Kamis, 22 Maret 2012

Kimi no Koto ga Suki Dakara jkt 48


jika kamu merasa bahagia
semoga saat ini kan berlanjut
selalu selalu selalu ku akan terus berharap
walaupun ditiup angin
kuakan lindungi bunga itu
cinta itu suara yang
tak mengharapkan jawaban
tapi dikirimkan satu arah
dibawah mentari tertawalah
menyanyi menari sebebasnya
karena kusuka suka dirimu
kuakan selalu berada disini
walau didalam keramaian
tak apa tak kau sadari
karena kusuka suka dirimu
hanya dengan bertemu denganmu
perasaanku jadi hangat
dan menjadi penuh
disaat dirimu merasa resah
berdiam diri aku mendengarkan
kuberi payung yang kupakai tuk hindari hujan
air mata yang terlinang lirik diambil dari jkt48.org
kan ku seka dengan jari di anganku
cinta bagai riak air
meluas dengan perlahan
yang pusatnya ya dirimu
walaupun sedih jangan menyerah
kelangit!
impian!
lihatlah!
kapanpun saat memikirkanmu
bisa bertemu kebetulan itu
hanya sekali dalam hidup
kupercaya keajaiban
kapanpun saat memikirkanmu
akupun bersyukur kepada tuhan
saat kutoleh ke belakang
ujung kekekalan
karena kusuka suka dirimu
kuakan selalu berada disini
walau didalam keramaian
tak apa tak kau sadari
karena kusuka suka dirimu
hanya dengan bertemu denganmu
perasaanku jadi hangat
dan menjadi penuh
ujung kekekalan

Kimi no Koto ga Suki Dakara


Kimi ga shiawase dattara
Kono jikan ga tsuzuku you ni
Zutto zutto zutto inotte iru yo
Kaze ni fukaretemo
Boku ga sono hana wo mamoru

Ai to wa henji wo
Motomenai koe sa
Ippouteki ni okuru mono

Taiyou no shita
Waratte
Utae! Odore!
Jiyuu ni!

Kimi no koto ga suki dakara
Boku wa itsumo koko ni iru yo
Hitogomi ni magirete
Kizukanakute mo ii
Kimi no koto ga suki dakara
Kimi to aeta sono koto dake de
Atatakai kimochi de
Ippai ni naru

Kimi ga nayanderu toki wa
Tada damatte kiki nagara
Ame wo yokeru kasa wo katamukeyou
Ochiru sono namida
Mienai yubi de nugutte...

Koi to wa shizuka ni
Hirogatteku hamon
Sono chuushin wa kimi nanda

Kanashimi nante
Makezu ni
Yume no sora wo
Miagete!

Kimi no koto wo omou tabi
Meguriaeta sono guuzen
Jinsei de ikkai no
Kiseki wo shinjiteru
Kimi no koto wo omoutabi
Boku wa kami ni kansha shiteru yo
Furimuite kureru no wa
Eien no saki

Kimi no koto ga suki dakara
Boku wa itsumo koko ni iru yo
Hitogomi ni magirete
Kidzuka nakute mo ii
Kimi no koto ga suki dakara
Kimi to aeta sono koto dake de
Atatakai kimochi de
Ippai ni naru
Eien no saki

Sahabat Pena


   “Ma, ada surat buat Tias?” aku bertanya pada mama. “Belum ada Ti. Nanti sore mungkin.”  Ujar mama sambil terus menatap majalah favoritnya. “Oh gitu ya... Ya udah, kalau ada kasih tahu Tias ya ma...” aku menepuk pundak mam sambil tersenyum. “Oke Tias! Nanti pasti mama kasih tahu”.
   Aku segera masuk kamar. Segera kubuka laptopku. Tanganku mulai menari – nari diatas keyboard. Ini sudah kebiasaan. Aku paling hobi menulis. Jadi, jelas aku gelisah kalau surat dari sahabat penaku tidak kunjung datang. Aku jadi kehilangan teman untuk ngobrol dan curhat. Sekaligus tempatku untuk unjuk bakat menulisku.
   Segeralah kubuka e-mailku. Biasanya, kalau tidak lewat surat, sapenku mengirim surat lewat e-mail. Tapi, inbox e-mailku kosong. Hah...kemana sih dia?                            Oh ya, aku lupa memberitahu nama sapenku. Namanya Kanya. Dia itu baiik...sekali. Dia selalu mengerti apa yang kupikirkan. Dia membuatku bersemangat. Dia juga pintar. Makanya, kadang aku menelponnya kalau ada PR yang tidak kumengerti. Kami sudah berteman sejak 4 bulan yang lalu. Aku mengenalnya dari sebuah majalah anak. Kamu tahu? Waktu aku berulang tahun 2 bulan yang lalu, dia memberiku sebuah syal cantik berhias inisial namaku. Bagus sekali! Dan kebetulan, syalku memang sudah rusak. Sekarang tanggal 26 Agustus. Tanggal 5 September Kanya berulang tahun. Aku bingung akan memberi apa. ditambah lagi aku sekarang tidak mengetahui keadaannya sekarang. Kenapa kau tidak membalas suratku Kanya? Biasanya kau langsung membalas suratku secepatnya.
   Ah! Sudahlah! Kutelepon saja dia!                                                                                
Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi atau tinggalkan pesan setelah nada berikut. Teett...
Itu suara yang terdengar dari telepon. Kanya kenapa sih?
Aku putuskan untuk mengirim e-mail padanya. Aku juga mengirimkan SMS. Tapi sudah berminggu – minggu setelah itu, dia tetap tidak membalasnya. Sampai pada tanggal 1 September...
   Aku sudah putuskan untuk membari hadiah jaket hangat bertuliskan inisial namanya dan juga tanda tangan kecil dibawahnya. Itu tanda tanganku. Di bawah tanda tangan itu, ada tulisan “ Your Best Friend, Kanya”. Aku juga memberinya sebuah buku luncuran terbaru berjudul “Surat Rahasia”. Kisahnya tentang persahabatan yang hancur akibat isu bahwa salah satu dari keempat sahabat itu mencelakai anak sekolah tetangga. Tiba – tiba datang sebuah surat rahasia yang menyatukan kembali persahabatan mereka. Bagus sekali ceritanya. Aku harap dia menyukainya.
   5 September.
Aku sudah mengirimkan paket hadiahku pada Kanya sejak tanggal 3 September. Supaya tidak telat sampainya. Dia tak kunjung membalas suratku. Makin lama aku makin kesal pada Kanya. Kupikir dia sudah melupakan aku. Aku bosan. Aku pun mencari – cari sapen baru. Tapi, tidak ada satu pun surat yang kukirim dibalas. Pada hari Minggu pagi, tiba – tiba terdengar suara sepeda Pak Pos. “Tias! Ada surat nih! Dari Kanya!” seru mama. Aku mengambil surat itu dengan perasaan malas. Segera kusimpan surat itu di laci. Surat itu belum kubaca satu huruf pun. Surat kedua dari Kanya datang lagi pada hari Rabu. Kusimpan pula surat itu. Sampai pada akhirnya, surat kelima pun datang. Kusimpan dilaci sambil memandang kesal.
Tiba – tiba, Kak Dila, kakakku, datang. “Tias, kamu kenapa? Kok dari tadi kakak dengar kamu mendesah terus?”. Aku menunjuk ke laci sambil melipat tangan kesal. Kak Dila segera membuka laciku. “Ya ampun! Tias, kenapa surat dari Kanya tidak kamu balas? Memang ada masalah apa sih? Bahkan sampai surat yang kelima pun tidak kamu balas.”
“Habis, Kanya sendiri tidak membalas suratku sampai 1 bulan! Gimana aku gak kesal coba kak?” ujarku sambil mendengus kesal. “Kamu gak boleh gitu dong Tias... Mungkin saja waktu itu Kanya tidak membalas karena dia sedang punya masalah. Kamu coba baca dulu dong, suratnya. Kasian kan dia... atau kakak saja dulu yang baca suratnya?” Kak Dila membuka surat – surat dari Kanya.
   “Baca deh Tias...Kanya terus bertanya – tanya mengapa kamu tidak membalas suratnya. Dia minta maaf karena waktu itu dia tidak membalas suratnya. Kamu baca saja deh Ti...” Kak Dila menyerahkan surat itu padaku. Aku segera membacanya. Aku terdiam. Pada surat kesatu sampai keempat, dia bertanya mengapa aku tidak membalas suratnya. Dia juga bercerita bahwa dia kesepian saat aku tidak membalas suratnya. Dia meminta maaf karena waktu itu tidak membalas suratku. Rasa bersalah mulai terselip dihatiku. Pada surat kelima, dia menulis...

“Halo Tias...Apa kabarmu? Semoga baik ya...
Jangan sampai kamu seperti aku... Sekali lagi aku minta maaf ya Ti...Kamu marah ya sama aku sampai kamu tidak balas suratku? Aku minta maaf banget Ti... Waktu aku gak balas surat kamu karena aku gak bisa nulis surat untuk balas surat kamu... Aku menderita kanker darah. Kata dokter, kankerku sudah mencapai stadium tiga. Maka itu mama melarangku memaksakan diri untuk beraktifitas. Bahkan menulis pun aku susah. Tapi diam – diam tetap kuusahakan menulis surat untukmu. Jaket yang kamu hadiahkan padaku selalu kupakai tiap hari. Buku darimu itu pun selalu ada dibawah bantalku dan selalu kubaca tiap minggu. Aku sudah menjalani chemotherapy, tapi kurang berhasil. Minggu depan aku akan menjalani operasi. Doakan aku ya... Semoga operasiku berhasil. Jadi, kita bisa surat – suratan lagi. Sudah ya Ti...Aku harus siap – siap untuk menjalani operasi. Dah....

Salam,
tanda.jpg
Kanya Intan Wardani

Aku menangis membaca suratnya. Tidak kusangka Kanya menderita kanker. Aku segera berlari memeluk mama. Aku menyerahkan suat dari Kanya kepada mama. Mama terdiam dan memelukku sambil tersenyum. “Jangan khawatir Tias...Berdoa saja semoga operasi Kanya berhasil...” mama membelai rambutku. Aku tersenyum menatap mama. Ya, aku masih bisa berdoa. Cepat – cepat kubalas surat Kanya. Aku berdoa untuknya. Semoga operasinya berhasil, amiin...

   Tanggal 30 September 2011
“Kriing..! Kriing..!” terdengar suara sepeda Pak Pos. Aku keluar mengambil suratnya. Ternyata disertai paket. Kubaca tulisan diatas paketnya. Untuk Tias Nur Fatimah. Wah..sudah lama aku tidak menerima paket. Kulihat nama pengirimnya. Eemm...namanya...Kanya Intan Wardani! Wah! Ini dari Kanya!
Aku langsung berloncat – loncatan girang. Aku segera masuk ke kamar. Kubuka paket itu. Isinya... Sebuah gelang dan kalung yang berliontin huruf  ‘KT’. Aku tersenyum. Itu pasti Kanya dan Tias. Kemudian ada sebuah boneka beruang. Kulihat bordiran bertuliskan ‘KaTi’ didadanya. Lucu. Aku yakin Kanya juga mempunyainya. Selamat Kanya...Aku tahu kamu pasti kuat untuk melawan kanker itu.

Gara Gara Pamer


Lihat nih!”. Nisa dan Andi menoleh.
“Wess.... Handphone baru ya Do?” ujar Andi begitu melihat benda kotak yang ditunjukkan oleh Edo itu.
“Ck..ck..ck....” Nisa hanya berdecak-decak kagum.
“Iya dong! Lihat nih, android! Terus, ini handphone 3G. Canggih kan?”
“Wih, iya Do! Canggih amat! Edo, Edo... Udah android, 3G pula!”
“Hey kalian... Kita sudah sampai di toko buku. Udah buruan turun, mau beli buku gak?” Nisa menghentikan obrolan.
Mereka pun segera turun dan langsung menyebar di toko buku tersebut.
Edo langsung pergi menuju bagian komik. Nisa dengan asyiknya melihat-lihat novel terbaru dan komik Indonesia. Andi langsung melesat ke bagian alat tulis dan komik.
Waktu terus berlalu. Sudah setengah jam lebih mereka menetap di toko buku.
“Edo, Andi, udah ketemu bukunya? Ayo, aku mau pulang nih.. ” Nisa mulai bosan.
Tiba-tiba, handphone Edo berbunyi. Edo mengangkatnya dan menempelkannya di telinga..
“Halo?”
Tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara orang tertawa.
“Edo, kamu ini bagaimana sih? Minta dibelikan handphone 3G, tapi malah seperti pakai handphone biasa. Hahaha...”
Edo langsung sadar. Buru-buru ia lepaskan handphonenya dari telinga. Kemudian dia menghadapkan kamera depan kepada mukanya.
“Eh, papa... Ada apa pa?”
“Bagaimana kerja kelompoknya?”
“Oh, lancar kok pa, lancar!”
“Hm...begitu... ng?”
“Kenapa pa? Kok kayak yang bingung sih?”
“Rak buku di belakang kamu itu...”
Edo langsung menoleh. Ia tercekat begitu sadar bahwa ia berada di depan rak komik.
“Eh, oh... i..ini koleksi komiknya Nisa pa. Iya benar, ini koleksi komiknya Nisa.”
 “Hm...jadi, Nisa membeli 10 komik detektif conan edisi terbaru dan 5 komik dragon ball edisi 20?”
“Eh, uh...” Edo gelagapan. Dia bingung harus menjawab apa.
“Ehem! Muhammad Edo Saputra, pulang ke rumah SEKERANG!” bentak ayahnya.
Sebetulnya, Edo sedang dihukum tidak boleh perg kemana pun karena belakangan ini nilai sekolahnya jatuh. Karena bosan, ia berkata pada ayahnya akan kerja kelompok di rumah Nisa. Ayahnya mengizinkan saja, karena Edo mau belajar. Padahal sesungguhnya Edo kabur ke toko buku, bersama temannya.
Edo langsung mematikan teleponnya. Nisa dan Andi hanya cekikikan.
“Hihi....sudah pamer handphone, malah ketiban sial gara-gara handphone 3Gnya. Hihi...”